Lahirnya Bangsa Indonesia
Bangsa
Indonesia bukanlah sebuah hal yang baru. Bangsa Indonesia adalah
tujuan, cita-cita dan bentuk kesatuan nasionalisme dari masyarakat
Indonesia, yang notabene adalah masyarakat yang lahir dari perbedaan
suku, ras dan agama. Lahirnya Bangsa Indonesia tidak serta merta diraih
dengan cara yang mudah. Dibutuhkan proses yang matang dan perjalannan
yang panjang hingga akhirnya masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia
sadar bahwa mereka adalah sebuah Bangsa yang besar, Bangsa Indonesia.
Lahirnya
Bangsa Indonesia memiliki kaitan dengan pergolakan yang terjadi di
dunia. Pada tahun 1922, Perang Dunia I menandai berakhirnya jaman
kerajaan, kekaisaran dan kedinastian dan menandai lahirnya nation-state. Hal ini semakin diperjelas dengan munculnya League of Nations yang semakin mempersempit ruang bagi dinasti-dinasti besar pada jamannya. Kedinastian tenggelam dan nation states tumbuh bagai jamur di musim hujan. Seorang figure internasional bernama Benedict Anderson, berpendapat bahwa sejatinya nation states
tersebut lahir karena adanya rasa nasionalisme yang besar selama dua
abad terakhir, yakni abad ke-19 dan abad ke-20. Anderson mengatakan
bahwa nasionalisme adalah sebuah artefak budaya yang muncul secara
spontan dan sejalan dengan perkembangan sejarah pada akhir abad ke-19,
dan digunakan di seluruh dunia untuk meyakinkan masyarakat bahwa
sesungguhnya mereka adalah bagian dari suatu komunitas kesatuan nasional
(Anderson,1991).
Munculnya
nasionalisme ini kemudian membuat sebuah bangsa memiliki karakter.
Karakter ini jelas terlihat pada saat terjadinya Perang Dunia II.
Beberapa nation state
memiliki bahasa mereka sendiri. Sekalipun mungkin terdapat beberapa
dialek yang serupa, namun bahasanya tak sama. Kesamaan dialek muncul
akibat adanya persamaan sejarah yang kompleks. Anderson fokus pada paham
Marxisme dan Liberalisme yang kemudian dianggap menjadi akar dari
penyebaran nasionalisme ini. Bagi kaum Marxis, nasionalisme adalah
munculnya kekuatan atas identitas nasional, sedangkan kaum Liberal
menganggap nasionalisme adalah hal yang aneh bila tak didefinisikan
secara scientific. Dalam penyebaran nasionalisme di seluruh dunia, kapitalisme yang menjadi pemeran utama. Adanya print of capitalism dan book publishing menjadikan bahasa terpublikasikan secara luas.
Penyebaran
nasionalisme ini juga terjadi akibat peningkatan yang signifikan dalam
jumlah produksi alat transportasi, adanya sisi ideologis dan menyebarnya
gaya baru dalam dunia pendidikan. Dengan adanya tiga faktor ini,
tingkat intelegensi pada jaman kolonial di Indonesia juga mengalami
peningkatan. Hal ini terbukti banyakanya pemuda Indonesia yang belajar
di Belanda.
Anderson
menambahkan, nasionalisme ini dapat berujung pada kesadaran diri yang
pada akhirnya membentuk sebuah negara dengan kedaulatan yang sah dan
memiliki hak privat atas entitas politik. Pendapat Anderson seakan
sejalan dengan sejarah Bangsa Indonesia. Banyaknya pemuda yang belajar
di Belanda menjadikan mental anti-imperialisme dalam jiwa pemuda
Indonesia. Salah satu peristiwa yang menandai mental ini adalah ketika
Suwardi Suryaningrat melayangkan protes terhadap Belanda atas sikapnya
yang sewenang-wenang dengan menulis artikel berjudul “Als I keens Nederlander was” di sebuah koran terkenal berbahasa Belanda.
Selain
munculnya kaum-kaum intelek yang berkontribusi terhadap hadirnya Bangsa
Indonesia, penetapan satu bahasa Indonesia merupakan salah satu hal
yang semakin mempererat semua golongan. Meskipun ada perbedaan dalam
satu darah saudara, sistem pendidikan-komunikasi-administrasi yang
serupa menyadarkan bahwa mereka adalah satu (Anderson,1991). Saat
pembelajaran di kelas, muris-murid duduk dalam satu ruangan dengan
mengenakan seragam yang sama dan berbicara dengan bahasa yang sama tak
peduli mereka berasal dari tanah mana. Peta yang mereka lihat pun sama
dan menunjukkan bahwa mereka tinggal bersama dalam satu kepulauan yang
dikelilingi laut biru. Sehingga, bukti-bukti ini memperkuat rasa
keterikatan mereka satu sama lain.
Pada
tahun 1928, Bahasa Indonesia menjadi bahasa pemersatu bangsa yang
ditetapkan oleh para pemuda dalam “Sumpah Pemuda”. Bahasa Indonesia
berfungsi untuk meneruskan kesatuan atas komunitas masyarakat Indonesia
sekaligus membangun solidaritas yang kuat. Selain itu, pengakuan atas
satu tanah tempat mereka tinggal mendefinisikan mereka adalah satu
bangsa dan akan selamanya menjadi Bangsa Indonesia.
Situasi
yang tidak mudah dalam menggalang persatuan dan menjalin solidaritas di
bawah kolonialisme Belanda, tidak lantas membuat masyarakat Indonesia
menyerah dengan keadaan. Keadaan serba sulit ini justru memacu semangat
masyarakat Indonesia untuk bergotong royong mengeluarkan bangsa
Indonesia dari cengkraman penjajah dan menggapai kemerdekaan, yang
kemudian terealisasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan adanya gotong
royong ini, Bangsa Indonesia percaya bahwa segala kesejahteraan mampu
dicapai dari keadaan yang ekstrim sekalipun. Meski sudah terbebas dari
penjajahan Belanda, Jepang dan yang lainnya, nasionalisme Indonesia
masih tetap berkobar dalam membawa Bangsa Indonesia menjadi sebuah
Bangsa yang adil dan sejahtera.
Kelahiran
Bangsa Indonesia bukan merupakan sesuatu yang instan. Adanya
keterikatan jiwa, persamaan nasib dan kesadaran bahwa masyarakat
Indonesia tinggal dalam satu tanah air dan perjuangan bersama yang berat
untuk mencapai kemerdekaan menjadikan bangsa ini berdiri kokoh sampai
saat ini. Meminimalkan perbedaan dan menyeragamkan pemikiran satu bangsa
menjadi kunci utama bagi bangsa Indonesia. Keadaan sosial-politik
Anti-Imperialisme dilandasi semangat kebersamaan dan gotong royong
melahirkan ketegaran Bangsa Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa
kelahiran Bangsa Indonesia berasal dari masyarakat Indonesia yang
memiliki jiwa nasionalisme dan diomotori oleh intelegensia para pemuda
dalam sebuah peristiwa yang penting, yakni Sumpah Pemuda.
Sumber:
Anderson, Benedict. 1991. “The Last Wave” dalam Imagined Community: Reflections on The Origin and Spread of Nationalism. London: Verso, pp.113-140.
Komentar
Posting Komentar